The Journey About Bringing Love
- Hasna Hanifa
- 3 jam yang lalu
- 10 menit membaca
They say love is only about two of us. But what if… love is about give the best version of ourselves to the next our generation?
And today I decide to bring that love,
... actually, the love not only for today, but beyond
And let me share you about bring this love through imperfect stories,
... but that still hold so much beauty
This is my last series from "The Love Celebration and Beyond"
Prologue Love for Now and Beyond
After more than two weeks, I kept this blog and my writing, cause I know it's so hard to share with you about this topic, guys. But I'm still writing in this stage, cause I think this perspective is not good if I just keep it for my own. Back to the last blog, we talk about love. And love that makes us happy? Oh sure. But the love journey doesn't always seem and feel like that. So, that's why, I think, the person you choose must be someone who is sure to walk with you, to go to war with you, and to go through any season of your life, the kind of great day, your laugh time, the weird part of you maybe, the random talk, and also in your rainy days. This person is staying with you and always choosing you.
Sometimes, we think real love should feel effortless. But what if real love is also built on effort? Cause if everything is always happiness, so where do we learn to grow? But it doesn't mean real love is always in pain. Nope, I think we know that.
So, in the part of the Love Series in here, I would love to share with you 'The Journey About Bringing Love'. It's more deeper, it's more complex.
Even in the imperfect stories and parts, there are beautiful things within.
But maybe sometimes we thought, bahwa ga sempurna = gagal
Bahwa ketidaksempurnaan = menghancurkan kita
Tetapi ternyata,"Kisah terbaik bukan tentang kesempurnaan..."
Just imagine, kita coba ambil konteks ini, misal teman-teman lagi dengerin seorang pebisnis sukses atau motivational speaker cerita soal perjalanannya. Tetapi ceritanya tuh datar banget. Ga ada perjuangan, ga ada cerita jatuh-bangun, tiba-tiba aja boom, sukses.
Kita sebagai pendengar? Bingung, merasa disconnected atau bahkan merasa ga relate.
Just let’s be real, ga mungkin belajar jadi sukses cuma dari uang kaget, right?
Tapi kalau teman-teman denger cerita kayak, “Saya pernah bangkrut, pernah ditolak berkali-kali, bisnis saya pernah gagal total, tapi saya bangkit lagi…” that hits different.
Cerita kayak gini banyak mengandung klimaks, struggle, dan turning point itu, tetapi hal inilah yang nantinya membuat kita belajar, merasa ‘gue juga bisa kalau dia bisa’, dan akhirnya kita ikut terinspirasi sama cerita-cerita mereka.
Karena kalau dipikir-pikir kisah yang mulus-mulus aja biasanya ga memberikan space buat kita grow lebih banyak. Justru dari luka, tantangan, dan proses kita melewati inilah yang akan membuat kita belajar.
So, yup tantangan bukan untuk menghancurkan kita, kan? Tetapi membentuk diri kita, bahkan untuk membentuk versi terbaik dalam diri kalau kita memilih untuk itu.
But firstly, let's try to accept the imperfect things. Ini mungkin ga mudah, tetapi kita perlu ingat, dari ketidaksempurnaan kita bisa belajar banyak hal.
Dan kali ini, back to the main topic kita, aku akan membahas lebih jauh soal cinta yang mungkin jarang orang membahasnya. Karena kita tidak sedang menceritakan bagian yang selalu mulus, and we are familiar to living in this life, full of journey and stories. But also full of love even in the small things.
Shifting Perspective
Beberapa waktu lalu, sahabatku mengirimkan sebuah tulisan yang kutipannya barusan aku tulis sebelumnya soal kisah terbaik bukan tentang kesempurnaan. Dan kalau diringkas pesan itu menyampaikan bahwa kesempurnaan itu tidak ada, terutama dalam hubungan, terutama dalam keluarga.
Kita coba lihat sedikit tentang perspektif redefinisi makna keluarga yang aku tulis terinspirasi dari hasil refleksi pribadi dan diskusi dengan sahabatku.
So, let me share you in Islamic lens tentang keluarga, bahwa contoh yang diberikan dalam al-Qur'an kisah keluarga terbaik adalah keluarganya nabi Ibrahim. Dan coba bayangkan kisah terbaiknya bukan hanya nabi Ibrahimnya aja, tetapi satu keluarganya nabi Ibrahim.
Singkatnya, Nabi Ibrahim ini memiliki keluarga besar, dan justru salah satu ujiannya datang dari keluarganya. Ketika nabi Ibrahim mencintai nabi Ismail mungkin terlalu dalam, Allah ga pengen rasa cinta nabi Ibrahim ke anaknya lebih besar, maka kalau kita lihat kisah nabi Ismail yaitu anaknya nabi Ibrahim yang akan disembelih itu sebenarnya untuk 'menghilangkan rasa kepemilikan' nabi Ibrahim kepada Ismail kecil saat itu.
Dan kisah nabi Ibrahim bersama anaknya, yaitu nabi Ismail juga mengingatkan kita hal-hal penting yang mungkin kita sering lupa.
Hal ini juga bisa masuk ke dalam konteks keluarga, pasangan, bahkan impian kita, karena kita sering banget merasa suatu hal itu “it's mine”, “this is have to works as I planned”. Tapi justru dari kisah ini mengajarkan kita bahwa sebenarnya semua yang ada di dunia ini adalah bagian dari titipan, bukan sebuah kepemilikan. Iya, ini soal rasa 'kepemilikan'.
Dan soal cinta. Allah ga melarang untuk kita mencintai.
Tetapi di sini Allah akan meluruskan lagi apabila ternyata kita mencintai sesuatu secara berlebihan dibandingkan cinta kita kepada Allah. Kita diluruskan supaya kita kembali ingat, bahwa cinta kita yang utama adalah kepada Allah sebelum semua hal lainnya.
We can love someone, we can love our family, karena mencintai itu sama sekali gapapa, but remember they're also a human. Kita boleh mencintai apa yang kita kerjakan, tapi juga ingat di dunia ini semua hanya sementara.
Maka, ini juga make sense, ketika keluarga atau orangtua kita yang dulu mungkin pernah kita anggap sebagai sosok yang seharusnya sempurna, atau bahkan mungkin sebagai hero, tetapi pada kenyataannya they're still human being like us. Bahkan kita sebagai pasangan, sebagai teman, we're still human, kapasitas kita terbatas.
Dan kalau dipikir-pikir ketika rasa cinta kita lebih besar, kita akan mudah lebih sakit, karena mereka orang yang kita cintai, orang yang kita rasa mereka adalah orang yang special di mata dan hati kita.
Even, salah satu hal yang simple banget yaitu braceletku putus waktu aku masih di Jakarta, ini bracelet kesayanganku, yang reminds me about the beautiful things in our lives, dan beautiful things like pearl bahkan mereka ga semulus itu. Tapi aku sadar, ini hanya sementara, ini hanya barang, ini meaningful, tapi with or without this bracelet ini ga mendefinisikan aku seperti apa, dia hanya bagian dari suatu hal yang aku jaga baik-baik. Jadi, kalau dilihat, kita ga bisa hold so tight about everything in this life, karena semua bisa hilang, semua bisa pergi, dan semua bisa terlihat hancur.
Soal kita sebagai manusia, kalau kita sadari bahwa manusia ga sesempurna itu dan ga sekuat itu, apalagi untuk menampung cinta yang besar dan keluh kesah yang beragam. And I think Allah can handle all of the versions of us. And that's beautiful, I think this is the part of the way Allah loves us and care about us.
Untuk melapangkan hati atas hal-hal tadi, I think forgiveness and acceptance is the best way and the best answer. Understanding sometimes is part of them, tetapi terkadang dalam kehidupan ini untuk sampai titik pada pemahaman utuh tentang sesuatu hal membutuhkan waktu, dan satu lagi kata sahabatku, yaitu juga dengan suatu ilmu kita akan bisa memahami sesuatu yang telah terjadi, dan itu ga hanya soal menunggu waktu.
Take The Journey
Dan bicara soal luka yang kita bawa dan hubungan soal cinta, pasangan, dan keluarga yang lagi kita bahas.
Aku percaya kalau kita sebagai pasangan nanti ga cuman menurunkan genetik ke antar generasi, tetapi kita juga menurunkan mindset, sistem kita menjalani hidup, bahkan sampai nilai-nilai yang kita pegang.
Dan kalau kita kurang hati-hati mungkin secara ga sadar luka yang masih kita bawa bisa menurun ke generasi selanjutnya, dan disisi lain bisa mewarisi luka itu jika kita tidak menyadarinya, ga accept hal itu, belum berani deep dive ke dalam lukanya, sampai ke titik willingness untuk mau menyembuhkan lukanya.
Ini semacam kita membawa baggage masing-masing.
Tetapi yang perlu diingat bahwa luka itu bukan kecacatan, dan aku rasa ini perlu menjadi mindset yang dipegang, karena terkadang dengan adanya luka sementara waktu membuat kita berpikir bahwa we're broken and any something's wrong, so we have to fix this.
No, you're not broken and I wanna you remember about this.
Setiap orang memiliki perjalanannya masing-masing, because it's life, ada kalanya kita bertemu dengan seseorang yang meninggalkan luka atau in some case memiliki perjalanan kehidupan yang ga perfect dan ideal seperti yang mungkin kita harapkan dan itu gapapa sama sekali kalau kita punya pengalaman yang menantang, walaupun pasti berat. And you don't have to guessing, aku juga punya perjalanan yang membuat diri Hasna hari ini, adalah Hasna.
Dan itu memang ga selalu mudah, I said this karena kalau kamu merasa lagi ada di proses serupa, kamu ga perlu merasa sendiri. We're here together.
Kita anggap semua perjalanan adalah grace.
Aku percaya semua yang kita lewati itu membentuk diri kita di hari ini, tetapi saat kita menghadapi tantangan kita selalu punya pilihan untuk menyerah atau berjuang dan mengambil pelajaran dari hal itu untuk jadi titik poin untuk naik kelas lagi.
Soal luka, semua ada way untuk kita dealing with that, and it's okay untuk mengambil jeda. Kali ini kita coba breakdown bareng-bareng dari perspektif aku ya, dan yang aku pelajari beberapa waktu ini. Teman-teman boleh sharing juga di kolom komentar step lainnya.
Pertama, learn to accept kalau kita terluka, luka itu bukan kita biarkan atau kita tutupi sementara waktu, tetapi kita perlu memilih untuk kita sembuhkan lukanya. Kalau kita biarkan luka fisik bisa infeksi, walaupun perlahan bisa recovery atau menutup karena tubuh kita super canggih, tetapi akan lebih baik jika luka itu kita obati.
Dan luka batin juga sulit untuk sembuh kalau hanya menunggu waktu, kita bisa menutupinya, tetapi kalau ada yang menyentuh lukanya tanpa disengaja, kita bisa merasa sakit, dan ga sadar ini bisa mempengaruhi pandangan kita soal kehidupan, atau bahkan melihat sesuatu hal dengan kacamata yang belum sepenuhnya jernih.
Kedua, belajar to forgive and accept everything that in out of your control. Kalau dipikir-pikir ini juga mengingatkan aku kenapa kita diajarkan untuk forgiving, forgiving ourselves, forgiving other people, it's not only because for others, tetapi untuk diri kita sendiri. Karena menyimpan hal-hal negatif di diri kita juga berdampak ke fisik dan mental kita, ini juga divalidasi secara science, but Islam taught us in beautiful and soft way about this.
Ketiga, release, mulai melepaskan hal-hal yang berat tadi, yang bikin kita ga nyaman. Semua ini ga mudah, tapi coba kita perlahan-lahan ya.
Growth through pain can be powerful, but grow in peace, and bloom with love is also powerful.
Tahun lalu, aku pernah ada di posisi growth in pain, and driven by wounds, tetapi aku sadar aku sempat escape dari pain itu dengan beragam produktivitas, target, dan mimpi, dan just imagine, if I just sitdown, acknowledge that, I'm not okay and that's totally fine loh, accept that I need space and time for that, not just waiting everything will be better, but through work on that. So, at that time, I choose to heal myself and it works step by step.
Grow in peace is powerful. I mean, 'peace' it doesn't mean we don't have those struggles. Tetapi kita ga memilih bertumbuh dari rasa sakit, kita lebih memilih driven by mission and dreams. Or in beautifully, driven by love, by the strong reason in our hearts.
So, we don't have to prove ourselves for other people because of pain. Karena dari dalam kita bisa merasa lebih cukup. And we don't have to hurt other people intentionally or unintentionally cause we heal ourselves first. Healing beautifully.
Ini membuat aku teringat soal cycle breaker, karena cycle breaker ini menurutku bisa didefinisikan ga hanya memutus rantai kemiskinan atau pendidikan, tetapi bisa memutus mindset yang kurang tepat misal di dalam society atau keluarga kita, habit atau lifestyle yang mau dirubah, atau bahkan hal-hal lainnya, seperti memutus luka atau trauma.
Memutus berarti kita memilih sesuatu yang kita rasa paling cocok dan paling baik untuk saat ini dan saat mendatang.
Dan menurutku ini bentuk merayakan cinta in different level. Karena kita ga lagi berpikir untuk cinta yang hanya ada untuk saat ini. Kita memutus rantainya, karena kita menghargai dan mencintai diri kita sendiri, kita peduli, dan juga membuktikan cinta kita ke generasi selanjutnya.
Poin baiknya, ini juga bukti paling indah buat diri kita sendiri, kalau kita mau yang terbaik buat diri sendiri. Trust me, hold the negative energy for long term isn't healthy for ourselves.
And I will say that, "I'm super proud of you, of course, you did it, of course you love yourself and wanna give the best especially for yourself, so take your time".
Just imagine we transfer something beautiful in here.
Cinta yang sehat antar generasi.
Way of life kita menjalani hidup, mindset of living, bisa jadi sebuah transformasi kehidupan yang aku rasa bakal cantik banget untuk diri sendiri dan generasi kita selanjutnya.
Dan aku rasa dengan cinta yang sehat di keluarga dan society, bahkan juga bisa berdampak ke arah yang lebih positif terkait kasus bullying yang bisa berkurang atau kesehatan mental yang lebih baik. Cause I think, this is a cycle kalau deep down kita melihat big picturenya bahwa semua yang terjadi sebenarnya ada karena ada sistem yang sudah terbangun sebelumnya. Sistem yang mungkin kita sadari atau sistem yang tidak terlihat, tidak kita terlalu sadari, tetapi nyata dampaknya.
It's not easy, tapi ada waynya untuk dealing with this. And the small step yang bisa kita lakukan adalah mulai dari kita lagi.
The Best Version of Us = The Best Investment
Aku rasa standar terbaik kita adalah diri kita sendiri.
Dan memilih pasangan terbaik menurutku bukan hanya sebelum menikah, tetapi bahkan saat kita berproses bertumbuh dengan diri sendiri.
Menjadi versi diri sendiri yang ga mau stuck di level yang sama yang aku rasa kita akan attract orang dengan kualitas yang sama. Bahkan kita akan attract orang yang punya energi yang sama dengan kita juga, so that's why I think menjaga energi positif, release everything that hurts you inside itu juga sepenting itu. Dan seperti yang aku pernah mentioned sebelumnya, biasanya kalau we are really work on ourselves, we know our values, we know our dreams, and what we bring, yang akan membuat kita gamau untuk settle for less.
So, buat achieve dream family, future family goal di masa depan menurutku adalah choosing the best version of yourself, and show up for yourself every day from now.
Dan sadar atau ga, bring this love isn't easy, karena bukan untuk diri kita sendiri, but this is the of the best legacy that we can make for our next generation, and the best kind of effort to other people who connected with us. And here's the thing, ini decision terbaik buat diri sendiri, karena you're really take care of yourself, it's intentionally powerful!
And remember, dengan hal ini juga mungkin kita akan attract hal indah lainnya termasuk opportunity dalam hidup kita.
So, what do you think about this kind of love? Tell me more about this yaa and thank you for reading my writing today. I'm so happy to share this writing with you and published two blog posts to talk about love, and also see you again, guys!
Kalau kamu rasa tulisanku resonates dengan kamu, kamu boleh tag aku di Instagram @hasnahanifaa bagian mana aja dari Love Series kali ini yang kamu pengen bagiin ke teman-teman kamu yang lainnya.
Anyway, Eid al-Adha Mubarak buat teman-teman muslimku.
At the same time, aku baru merasa yakin untuk publish this writing di waktu yang pas, yaitu Idul Adha. I hope you enjoy this day, have a blessed eid.
Sincerely,
Hasna, your storyteller & writer.
Note:
This writing is a part of my reflection journey. Not only for people who read this, but for the future I'm building and for the love I carry. May it find you with kindness and lessons to take.
Comentarios