top of page

Living

  • Gambar penulis: Hasna Hanifa
    Hasna Hanifa
  • 9 jam yang lalu
  • 6 menit membaca

“The world awaits you, Has”.

People need you”.


Dan jujur aku termotivasi sama kamu yang dream oriented banget . I am really glad to have a woman thinker like you in my life. I felt I am not that crazy”.


Perempuan kayak kamu aku yakin dengan segala sepak terjang kamu, kedepannya bakal menguatkan orang lain. You inspired a lot of people”.


Hari itu, kalimat sahabatku terasa begitu mendukung, tapi masih abstrak tentang apa sebenarnya makna people waiting for me dan I inspired a lot of people.


Itu yang membuatku bertanya, “Hasna seperti apa yang ingin aku tampilkan hari ini?”


Bagaimana aku ingin melihat diriku satu tahun ke depan, tiga tahun, lima tahun mendatang?


Karena mungkin, nanti kita tak lagi berdiri di tangga yang sama.


So, kamu ingin melihat dirimu yang seperti apa?



Aku percaya pengalaman bisa membentuk karakter.


It’s been five months, the longest I’ve ever deactivated my own and main Instagram. But I never regret that decision.


Someone jokingly said I looked like I disappeared from the earth because I didn’t show any updates on that platform. But who knows, I can say maybe I’ve actually been living some of the best moments of my life.


Awalnya aku pikir dengan aku tidak begitu aktif di sosial media membuatku mengurangi eksistensi diriku, but I found more than that.



Meskipun banyak orang yang bertemu denganku, tetapi ketika mereka membuat story di Instagram dan mau tag akunku, aku merasa ga masalah untuk mereka membuat story.


Ada yang bertanya, kamu ga merasa kehilangan or missing about something since kamu deactivated Instagram? And my answer is, nothing, aku merasa biasa-biasa saja.


Disamping itu, aku sadar bahwa people can intentionally connect with you secara langsung, atau lewat WhatsApp, LinkedIn, and it still matters. Aku masih bisa terhubung dengan mentor, tim, dan tetap menghabiskan waktu dengan teman-teman serta keluarga. Mungkin bedanya sekarang, kalau aku pergi kemana-mana, ga banyak yang tahu. Tapi asiknya, disini kamu bisa lebih consciously memilih hal-hal mana yang ingin dibagikan ke publik.


Semenjak deactivated Instagram aku merubah perspektifku, bahwa the real my personal brand is within myself, not my LinkedIn or my Instagram or the other things, tetapi adalah ketika orang bertemu kamu, kenal kamu, atau dengar nama kamu. Aku rasa sama seperti CV, semua yang tertulis belum bisa menentukan sejauh apa kualitasnya. Karena kalau brand bisa di positioning, I think personal brand juga bisa masuk ke bentuk yang mirip casenya.


Yang awalnya aku membangun personal brandingku di sosial media since 2020, talk about content creation and personal branding di webinar, tetapi aku mengubah path yang berbeda dari pilihan di 5 tahun ke belakang kemarin.


Karena sekarang yang aku pelajari social media is also digital marketing, but the real authenticity lies within yourself, your personality, your character. Kayak brand yang dinilai dari konsumen, so this is your “real” personal brand, bukan tentang apa yang kamu ingin show up lagi, tetapi tentang apa yang orang lain bisa kenal dan rasakan secara langsung.


Maka dari itu, aku berpikir bahwa yang perlu kamu fokuskan adalah diri kamu dalam internal, bukan looks luar ataupun your marketing supaya kita dikenal seperti apa, karena semua bisa dipoles, tapi vibes, pembawaan diri, karakter people can’t take it and buy that.


Cerita soal awal keputusan deactivated Instagramku sebenarnya buat menarik semua energi yang banyak di eksternal untuk aku fokuskan banyak ke proses internal, akses terbatas ke eksternal supaya fokusku adalah ke diriku sendiri dan proses yang perlu aku jalani, but it turns out dia jadi prosesku untuk ke tahap kehidupanku selanjutnya.


Dan malah membuatku bertanya sebenarnya kalau aku balik ke Instagram lagi untuk apa ya? Maybe when I come back later, I will shift how I show myself to the world.



Proses ini juga proses penerimaan, pendewasaan, proses menemukan diri sendiri lagi, yang dimana aku jadi memahami diriku lebih dalam termasuk Hasna yang terbentuk seperti Hasna yang hari ini.


Dari pengalaman hidup yang ada di masa kecil dan remaja, aku sadar ada hal-hal yang membuat Hasna sempat terluka, dan di fase 20 tahunan ini adalah fase aku menerima, memaafkan, dan segala bentuk menuju pendewasaanku yang sebenarnya banyak di dalam bentuk “understandingandacceptance”.



Semakin dewasa kita semakin sadar bahwa dalam hidup kita ga bisa rushing tentang sesuatu dan ga bisa mengontrol apa yang diluar kontrol kita.


Living mindful. Bukan living in the past or living in the future. Dan ini juga berkaitan dengan atensi kita.


Naval Ravikant bilang attention is our new currency nowadays.


Jensen Huang bilang beliau ga punya plan jangka panjang konvensional untuk NVIDIA, beliau cuman pengen make sure apa yang beliau lakukan hari ini adalah yang terbaik dan menjadi yang terbaik di saat ini that’s why ini menjadi filosofi beliau kenapa beliau ga pakai jam tangan.


Aku juga lagi terinspirasi banget sama Maudy Ayunda, Jensen Huang, dan Melanie Perkins. Dari cerita mereka ada masa mereka harus melewati acceptance, banyak penolakan, keputusan untuk pivot di bisnisnya, dan semua ini terlihat resiliensi mereka.


Maybe not many people talk about how heavy it is to always show up when things aren’t okay. But showing your vulnerable side also means showing that we’re human just like everyone else.


So, strength is not always about “being strong” itself, yang ga pernah hampir menyerah, yang selalu sempurna, dan bukan tentang itu, karena being strong is also about choosing, over and over again, to show up even when it’s hard to. So, definisi kuat ga selalu tentang aku ga butuh bantuan, atau aku ga pernah sedih dan merasa belum berhasil. Tetapi juga bisa tentang merasa sedih, tetapi ga give up walaupun langkahannya tipis-tipis.



Tentu ga mudah. Tapi usia muda fokus berkarya, menjadi versi terbaik dari diri sendiri dari waktu ke waktu I think this is the best way yang minimal bisa kita berikan ke diri sendiri dan maksimal potensi untuk impact positif ke banyak orang.


I am not saying bahwa personal branding ga penting, aku merasakan banyak hal positif dan opportunities yang datang karena personal branding beberapa tahun ini, tetapi yang aku mau bilang adalah fokus utamanya adalah dari dalam, dari diri kamu dulu. Aku rasa kalau karya kita sangat kuat, karakter kita juga sangat kompetitif, kita mau marketing segala bentuk itu bakal lebih powerful dan kuat karena kualitasnya memang ada.


Banyak case orang-orang besar yang aku lihat ga terlalu fokus dengan personal branding mereka atau aktif di berbagai platform, tetapi mereka tetap actively terus berkarya, dan karyanya inilah yang akan berbicara lebih keras.


And remember, when we died orang ga akan terlalu ingat soal jabatanmu, title, atau achievement personal kamu, tetapi mereka bisa ingat apa yang mereka rasakan selama bersama kamu, impact apa yang udah kamu buat di mereka, so it’s about legacy, apa yang pengen kamu tinggal kalau kamu sudah ga ada di dunia ini.


So, your 20s can also be a life changing phase.



Maka dari itu atensi kita ditaruh dimana dan difokuskan kemana jadi sangat penting seperti statement Naval Ravikant dan filosifi Jepang soal mindfulness dan live in the present yang diingatkan sama Jensen Huang.


Kalau terkadang kamu merasa juga ga living in the present, I feel that way, ini bisa jadi karena kita punya standar tinggi sama diri sendiri, mau yang terbaik dan ingin memastikan semua bisa berjalan baik yang ini sangat bagus, tetapi kehidupan itu ga pasti. Jadi, ketika aku kurang mindful, cara aku dealing dengan ini adalah aku meditasi, breathing exercises, yoga, sampai journaling buat menjaga produktivitasku untuk living in the present. Dengan self-awareness dan memahami diri sendiri bikin aku tau apa yang aku butuhkan, dan gimana cara menghadapinya lebih baik plus “juga cocok dengan konteks personalku”.


Aku yakin orang-orang besar selalu melewati banyak tantangan hidup, tetapi mereka memilih untuk thrived. Momen, keadaan, faktor eksternal, lingkungan, ga semua bisa kita kontrol, dan disinilah kita main di resiliensi dan juga acceptance. Karena ga semua yang kita mau going exactly the way we want, maka diperlukan hati yang lebih lapang, pikiran lebih jernih, dan bisa stay calm in uncertainty. This is part of my self-development, growth journey, dan aku rasa ini adalah cara kehidupan mendidik aku untuk menjadi perempuan yang lebih dewasa dan lebih siap sama level-level berikutnya.


Ada quote yang aku kutip seperti ini,

Every successful person you admire survived a season you didn't see.

Aku juga percaya, dibalik semua orang besar dan sukses, ada banyak kerja keras dan jam tayang yang mungkin ga selalu kelihatan.


Jadi, kalau kamu bermimpi tinggi, bersiaplah buat tantangan yang ga selalu mudah, keadaan yang terlihat demanding buat terus level up. But in the end, this is what you’re meant to become.



So, make sure we stay in the game, keep going on the journey, and never give up.


Karena kamu selalu punya pilihan untuk stuck dan menyerah, atau kamu bisa memilih bangkit dan menata ulang kembali.

Dan kalimat people inspired a lot mungkin akan menjadi menginspirasi karena cerita ini bukan dari sebuah kisah yang sempurna, tetapi juga dari seorang perempuan yang terus belajar dan belajar lagi.

 
 
 

Komentar


Subscribe

Thanks for submitting!

bottom of page