I Face One of My Biggest Fears
- Hasna Hanifa
- 4 hari yang lalu
- 5 menit membaca

Beberapa hari lalu aku membaca sebuah quote, "To reach your greatest potential you will have to fight your greatest fears".
Tahun ini, aku banyak memilih untuk menghadapi apa yang aku harus hadapi dan memberi jeda ketika aku butuh.
Do it scared, do it imperfect, just do it anyway, face your fear, and face about anything even though it feels uncomfortabble in the beginning.
Kalau dipikir-pikir sebenarnya ga ada waktu yang tepat dan siap 100%, pilihannya bisa selalu to getting ready for that or we might wait forever.
Dan ini aku dapatkan di beberapa case kehidupanku.
Aku pecinta laut, di pantai selatan kita bisa merasakan dan melihat ombak yang lebih tinggi dan besar, kalau di pantai utara kita bisa merasakan pantai yang lebih tenang. Keduanya punya keindahan masing-masing, and I love the sunset, it's so beautiful.
Aku juga sebenarnya suka menikmati ombaknya, ombak di pinggir pantai, goyangan di kapal karena ombak. I think we can feel more connected with the earth and the nature through these things.
Tapi kedalaman laut adalah salah satu ketakutanku. Laut itu seperti the unknown between the fears and beauty.
Tahun lalu aku mulai tertarik dengan keindahan biodeversity laut terutama di Indonesia, dan itu membuat curiousityku lebih tinggi dan sementara menutupi rasa ketakutanku soal kedalaman laut.
Aku mulai makin menyukai dan mencari tau banyak laut di Indonesia dan beberapa negara lainnya, mencari tau soal scuba diving sampai free diving. Dan membuatku membuat keputusan, bahwa aku ingin menjelajah laut-laut di Indonesia.
Hal itu juga mengingatkanku saat kecil orangtuaku pernah mengajakku untuk punya rencana suatu hari kita pergi ke Berau, di Derawan. Derawan itu ada di Kalimantan Timur, belum banyak yang tau soal Maratua, tapi aku lihat dari video-video yang aku tonton mereka juga punya tempat yang cantik banget, kita bisa lihat whale shark dan turtles, bahkan di Derawan ada satu tempat untuk melihat unstingy jellyfish. It reminds me di Sulawesi dan Papua juga bisa melihat beberapa hal ini, even manta ray di Papua. It feels magical and wonderful.
Tahun lalu juga, tepat setahun yang lalu aku mengikuti Indonesia Net Zero Summit 2024 di Jakarta, dan itu sangat membuka pandanganku tentang climate change dan environmental issues.

Dan selama beberapa kali pergi ke pantai, atau melihat beberapa video creator yang menjelajahi Indonesia, aku mendapat beberapa video yang yang meng-highlight soal sampah yang ada di pinggir pantai di Indonesia, dan aku juga melihat secara langsung ketika aku pergi ke pantai untuk menikmati waktu di sana.
Ini cukup membuatku berpikir, bukankah kita negara maritim?
Tapi sebelum itu, kembali ke topik soal keputusanku untuk menjelajah laut-laut di Indonesia, tapi bukannya aku punya ketakutan soal kedalaman? Apakah aku masih takut setelah merasa amazed dan tertarik soal scuba diving dan free diving?
Iya, aku masih takut, tapi ketakutanku jauh lebih positif dari sebelumnya, cara aku dealing sama ketakutan itu salah satunya dengan cara aku punya impian yang aku rasa sangat penting bagiku.
Dan transisi ini jadi terasa unik, pengalaman aku menghadapi ketakutanku sendiri rasanya lucu, aku sadar aku takut, tapi aku menikmatinya, aku tetap senyum bahkan bisa tertawa, dan ini mungkin kelihatan ga make sense, aku tetap prosesin dengan memvalidasi perasaanku bahwa aku takut, dan aku ga masalah sama hal ini.
I planned untuk belajar free diving, mulai latihan renang lagi sambil jadi momen relaksasi dan me time. Dan membuat keputusan itu berarti dengan secara sadar bahwa aku memilih menghadapi ketakutanku sendiri.
Aku yakin kalau aku menghadapi hal ini, hal ini akan worth it.
And here I am, in my first day course of free diving, ternyata kita langsung latihan di kolam 5 meter, dan aku belum pernah berenang di 5 meter ini, bermenit-menit aku ragu dipinggir kolam, membayangkan gimana kalau aku tenggelam, gimana kalau aku ternyata ga bisa berenang di tengah jalan, semua overhinking itu membuat aku cuman memasang mask dan sudah di dalam air tapi ga berenang sama sekali.
Mungkin sebenarnya aku juga takut kalau aku gagal, padahal we donāt always have to show up only when weāre perfect and ready. Justru karena kita mau belajar inilah yang akan memberikan kesempatan kita untuk melakukan improvement dari waktu ke waktu.

Lalu aku coba perlahan-lahan melakukan self talk di kepalaku sendiri, "This is the time". Aku mulai berenang dan aku berani melihat bawah yang dalamnya 5 meter, betapa kecilnya ketika aku melihat orang-orang yang menyelam dan kolam terasa luas.
Advanced free diver friend and coachku bilang kalau 5 meter untuk mereka sebenarnya itu pendek, dan ini lucu untuk fase beginner, kita akan mengenang kisah-kisah proses unik ini. Dan aku berpikir it's okay, I just need more time, aku butuh pembiasaan soal ini, dan gapapa at least aku berani, mencoba, dan melihat progressku sendiri.
Kali ini I can't reach sampai ujung kolam dalam satu tarikan nafas, tapi I still proud of myself dan appreciate Hasna kecil yang berani buat melawan ketakutannya, dan kabar baiknya, ketakutanku berkurang drastis, masih little bit scared, tapi kita latihan pakai fins juga, jujur ini aga menantang, tapi buat berdiri di air itu membantu banget, tapi aku belum dapat flow halusnya untuk bisa tetap lurus dan relax menggunakan fins.
Through free diving, aku rasa aku ga hanya belajar soal tekniknya, tapi juga soal memenangkan ketakutanku sendiri, percaya sama diri sendiri, mindful dan lebih relax, dan semua hal ini masih aku pengen latih seterusnya.
Through tennis, I also learned about calm under pressure and make a strategy, in case lagi match permainan tennis itu termasuk cepat, menurutku di sini butuh kelincahan, dan cara berpikir yang cepat, termasuk decision making, dan team working.
Dari tennis juga, selain tennis outdoor yang biasanya case ini membuat blush on yang sangat natural, aku juga bisa membangun networking atau pertemanan baru yang ini sebenarnya juga kesempatan yang bagus di case aku pribadi, and many more untuk hal-hal positif lainnya. That's why I love doing exercise.

Ini mengingatkanku juga, kalau olahraga selalu bikin aku belajar soal suatu hal, it's not only about being healthy atau hobi, dan bahkan soal investasi masa depan, tapi juga soal pengasahan mentalitas, dan pikiran.
Sekarang aku paham ada kalimat,
"Think like an artist, build like an athlete."
Artist it's about creativity and innovation, bahkan bisa sense of something, dan athlete mereka punya resilensi, endurance mereka juga kuat banget, mereka juga harus disiplin dan punya komitmen yang tangguh. Dan hal ini, menurutku penting untuk ada di aspek kehidupan kita.
Balik lagi soal summit yang aku ikuti tahun lalu. Dari Indonesia Net Zero Summit dan melihat permasalahan ini, aku sadar kita bisa punya role dari bidang apapun untuk mencapai target Net Zero Emission dan Paris Agreement.
Coral bleaching atau pemutihan pada karang juga terjadi akibat bumi yang semakin panas, coral bleaching is happening in our ocean. Maybe we love about the ocean in the same way, and these issues, they matters for us.
Dari permasalahan ini, aku dan teman-temanku decided untuk membuat project bersama, kita juga sama-sama menghadapi ketidakpastian, tapi balik lagi soal menghadapi ketakutan, kita juga memakai perspektif dan mindset yang sama.

Sometimes life is also about perspective, right?
Pada akhirnya, nothing is impossible.
Selalu ada proses dan waktu yang dibutuhkan, tapi selama kita ga menyerah, kita akan sampai pada apa yang kita impikan.
And maybe our biggest fears are truly the doors to our greatest potential. We have to step up and fight for that, even with messy, small, brave steps. At least we try, over and over again.
So, Iām proud of you, for everyone out there facing their fears. You made that step, yeah?
Terima kasih sudah membaca blog 20 Year to Build You hari ini.
Blog ini aku tulis di waktu yang sama saat blog ini terpublikasi di website kita. Semoga ada lessons yang menjadi semangat tambahan buat kita ke depannya.
Dan btw, menuju usia 22 tahunku, aku rasa menghadapi ketakutanku sendiri adalah salah satu keputusan terbaikku di tahun ini.
Jadi menghadapi ketakutan juga tidak seburuk itu. Aku jadi belajar kalau sebenarnya kita mampu buat menghadapi, melakukan, dan melewati semua tantangan yang ada.
Well, teman-teman bisa ikut berbagi soal perjalanan teman-teman menghadapi ketakutan teman-teman di kolom komentar ya, aku excited untuk membaca lebih banyak cerita lain di sini.
See you! And cheers.
Hasna Hanifa
Comments